Jumat, 06 Februari 2009

Lagu, lagu, lagu, kau begitu indah! Tetapi….

Cinta
Akan kuberikan
Pada hatimu yang damai
Cintaku
Gelora asmara
Seindah lembayung senja
Tiada ada yang kuasa
Melebihi
Indahnya
Nikmat bercinta….


Teman-teman pasti pernah dengar lagu ini, bukan? Aku yakin, dalam pikiran beberapa dari teman-teman, akan dengan langsung mengatakan pernah! Dan kemudian mulai menyanyikan lagu ini. Bagaimana tidak? Lagu ini adalah lagu cinta berirama indah yang riang dan bahagia. Penyanyinya adalah Chrisye (alm.), seorang yang dikatakan sebagai maestro dunia permusikan Indonesia. Liriknya yang pendek-pendek dengan bait-bait yang saling sambung-menyambung satu sama lain menjadikannya mudah dihafal. Belum lagi, ia tersusun atas kata-kata puitis yang aku tidak tahu disusun olehsiapa.

Pertanyaannya adalah: pernahkah teman-teman berpikir lagi lebih jauh mengenai bagaimana lagu ini disusun? Pernahkah teman-teman berpikir lebih jauh mengenai kalimat ‘tiada ada yang kuasa melebihi indahnya nikmat bercinta’?

Suatu hari, ketika aku sedang menyanyikan reffrain lagu ini tepat di bagian tersebut, tiba-tiba aku terhenti, terkesiap, terkejut, terpana, dengan mata membelalak sedikit, dan hati berdegup kencang penuh kewaspadaan (aduh… berlebih-lebihan sekali, andchipzz….). Aku kemudian berkata pada kakakku:
“Uni tahu, kan, lagu itu?”
Kakakku berkata padaku:
“Ya, tahulah.”
Kemudian aku berkata lagi:
“Lagunya kok, aneh, sih. Kerasa, nggak?”
Kakakku diam saja. Taruhanku, sedang berpikir.
Lalu aku akhirnya berkata:
“Lagu ini kok, kayaknya mengajarkan kita menduakan Allah, ya?”
Kakakku menatapku.
Lalu aku melanjutkan berkata:
“Di dalam lagu ini, terdapat kata-kata tiada ada yang kuasa melebihi indahnya nikmat bercinta….(di bagian itu, aku pertama-tama menyebutkan liriknya secara biasa tetapi menyanyikannya di kata terakhirnya). Kuncinya adalah TIADA ADA YANG KUASA MELEBIHI. Nah, kerasa nggak salahnya lagu itu?”

Teman-teman, apakah teman-teman bisa menganalisanya?

Sebagai umat muslim, orang Islam, yang mengaku ketauhidan Allah, yang mengaku bahwa Allah adalah Maha Segala-Galanya, lebih-lebih Maha Kuasa Atas Segala-Galanya, aku pikir, adalah suatu kesalahan apabila kita menanyikan lagu yang mengatakan bahwa tidak ada yang kuasa melebihi indahnya nikmat bercinta. Bukankah kita tahu benar bahwa tidak ada yang kuasa melebihi Allah SWT? Lalu kemudian, sejak kapan keindahan nikmat bercinta menjadi lebih kuasa dari Allah SWT? Atau paling minimal, sama kekuasaannya dengan Allah SWT?

Selama ini, aku tidak pernah menalarkan lagu tersebut dengan masalah tersebut. Selama ini, aku tidak pernah berpikir, mungkin. Bagaimanapun, seiring pertumbuhan usia, daya nalarku tampaknya semakin meningkat, sehingga daya pikirku meningkat juga. Hanya baru-baru ini aku kemudian menyadari kesalahan besar dalam lagu itu. Dan aku sudah bertahun-tahun mendengarkan lagu tersebut!

Teman-teman, mungkin memang bukan maksud pengarang lagu untuk menduakan Allah SWT. Bisa jadi, si pengarang memang seorang atheis (yang artinya ia mendustakan Allah), atau seorang non-muslim (yang menurut pengakuannya tidak ber-Tuhan-kan Allah SWT), atau (yang lebih parahnya lagi) hanya menulis berdasarkan perasaannya saja (bukan pikirannya) karena liriknya terdengar enak di telinga (itu artinya, si pengarang memang tidak berpikir), atau yah, si pengarang memang kurang begitu peduli dengan masalah-masalah trivial (sepele) yang ternyata luar biasa berbahaya tersebut. Mungkin, si penyanyi juga tidak bermaksud menduakan Allah SWT. Bisa jadi, si penyanyi bersedia menyanyikan lagu tersebut karena alasan-alasan di atas juga. Entahlah. Siapa sih, yang bisa mengungkapkan isi hati dan kepala manusia selain Allah SWT?

Meskipun demikian, sayang sekali hal seperti ini terjadi. Si pengarang lagu mestinya harus segera menjelaskan maksud hatinya atas penulisan lagu itu. Pihak MUI mestinya menjelaskan betapa berbahayanya lagu itu yang dapat mengakibatkan pendengarnya murthad dan berbalik menyembah keindahan nikmat bercinta (meskipun itu tidak disadari oleh para pendengarnya). Pihak produser harusnya lebih bertanggung jawab. Pihak penyanyi harusnya lebih mendalami apa yang ada dalam lirik lagunya. Pihak pendengar harusnya tidak asal, tetapi menggunakan kemampuannya untuk berpikir, akal dari Allah SWT, agar tidak terjebak pada hal-hal menjebak seperti lagu tersebut.

Teman-teman, mungkin sebagian dari teman-teman akan berkata: “waduh, rusuh banget andchipzz ini, masalah sepele saja dipeributkan. Kita toh, hanya bernyanyi saja! Bukannya betul-betul berbuat seperti itu.” Kalau begitu, boleh-boleh saja, dong, bila kita menyanyikan lagu yang dinyanyikan umat kristiani di gereja-gereja tiap hari minggu (seperti Silent Night, Hallelujah, atau Gloria, atau Ave Maria (jujur, sebagai pecinta musik klasik, aku cukup menyukai ketiga lagu terakhir, tetapi…)).Teman-teman jangan lupa bahwa sebagai umat muslim, perilaku kita menggambarkan tindak-tanduk kita. Apa kira-kira yang akan dikatakan oleh umat muslim di luar Indonesia bila mendengar kita bernyanyi-nyanyi seperti itu? Memuja-muja nikmat bercinta (yang sering disiratkan sebagai hawa nafsu manusia). Apa pula yang akan dikatakan umat non-muslim? Teman-teman juga jangan lupa bahwa musik adalah senjata para pembenci Islam. Digunakan untuk merusak mind-set pemuda-pemudi Islam. Cuci otak. Lagu yang kita sangat tidak suka pun, bila diperdengarkan terus-menerus, akan menjadi isi pikiran kita dalam waktu-waktu senggang.

Oleh karena itu, teman-teman… ini hanya sebagai pengingat saja, berhubung sesama muslim diminta untuk saling mengingatkan. Mari kita berhati-hati pada apa yang kita dengarkan, apa yang kita sukai. Jangan sampai, suatu hari nanti, kita menjadi orang-orang yang sesat dari jalan Allah hanya karena sebaris dua baris kata-kata dari lagu kesukaan kita.